“Aku pulang,” kata Yuri begitu membuka pintu rumahnya. Dia disambut oleh Yuna, yang memakai baju terusan beludru dan perhiasan cukup mewah. “Bibi mau keluar?”
“Temenin bibi yuk, bibi mau nyari baju baru soalnya bakal ada reuni sekolah minggu depan,” jawab Yuna. Yuri ingat akan tugas-tugasnya yang diberikan oleh Pak Kim tadi pagi. Banyak banget. Belum lagi PR-nya yang menumpuk.
“Duh, Bi... masalahnya tadi pagi Yuri dikasih tugas yang sebenarnya untuk murid baru, dan banyak PR...” Yuri mencoba menolak. Yuna mengangguk mengerti.
“Mau nitip nggak?” tanya Yuna, dijawab gelengan Yuri. Setelah mengantar Yuna ke pintu, Yuri mengunci pintu rumahnya dan masuk ke dalam kamar untuk berganti baju. Setelah itu, dia langsung menyelesaikan tugas-tugasnya.
“Ah, mumpung lagi internet,” gumamnya sambil mengetik kata fivepearl di search box. Setelah Yuri menekan tombol enter, banyak sekali yang keluar. Banyak foto-foto Five Pearl, video, bahkan sampai lagu-lagu yang bisa diunduh. “Ah, jangan kelamaan deh,” baru 10 menit membuka situs Five Pearl, Yuri langsung menutupnya, takut keasyikan nanti malah jadi nggak ngerjain tugas.
Pulang dari mall, Yuna mampir ke sebuah rumah yang sangat megah, dengan pagar tinggi yang memagari. “Selamat malam, onnie,” sapa Yuna kepada seorang wanita yang lebih tua daripadanya, namun juga memakai baju mewah dan mahal seperti Yuna.
“Bagaimana kabar Siwon, onnie?” Yuna basa-basi.
“Baik sekali, dan bagaimana kabar keponakanmu itu, Yuri?” tanya Eri, wanita tersebut. “Pasti dia sudah sangat cantik, ya. Kabarnya dia itu satu sekolah sama putraku?”
“Ya... sengaja kumasukkan ke SMA Neul Paran agar rencana kita bisa berjalan lancar,” Yuna tersenyum ke seorang lelaki yang juga sudah tua, “bukan begitu, oppa?”
“Ini semua demi kebaikan perusahaan. Walaupun sebenarnya kita sudah melanggar hak mereka, tetapi ini kita lakukan agar 16.000 pekerja terselamatkan,” jawab lelaki itu. Mereka bertiga mengangguk bersamaan.
Sementara itu, Siwon di kamarnya masih menatap lurus pemandangan malam hari kota Seoul. Buku berbahasa Inggris yang ia baca sudah ditelungkupkannya di meja di sebelahnya ia duduk.
“Tuan muda, apakah tuan muda sudah mau makan malam?” tanya seorang maid. Siwon menjawab ‘tidak’ dengan lambaian tangannya. Maid itu lalu keluar dari kamar Siwon yang sangat megah, bak seorang pangeran.
Siwon menghela napas panjang.
Sementara itu, Hyunjae dikagetkan oleh bunyi HP-nya yang berisik. Di layar HP-nya itu terpampang nama seorang gadis. Hyunjae malas mengangkatnya, dan kembali tidur di meja belajarnya.
SARANG
calling
***
Yuri terbangun. Dia tadi tertidur di meja belajar saking ngantuknya. Jam di dinding kamarnya sudah menunjukkan pukul setengah enam. “Aduh, mati aku,” keluh Yuri dan dengan cepat ia mandi, memakai seragam, membawa sarapannya dan keluar dari rumah, ngebut menuju sekolah.
“Minhwan?!” seru Yuri kaget dalam hati ketika melihat Minhwan yang tertidur, namun menyender ke tiang listrik.
“Minhwan, bangun!!!”
“Hoe... ngantuk...” Minhwan malah memeluk Yuri. Yuri jadi gelagapan. Akhirnya dia diam. Tidak tega juga membangunkan Minhwan yang dengan wajah memelas, ia tidur.
Duh, udah mau terlambat nih...
“Lha?” Junsoo datang sambil membawa dua cangkir kopi di kedua tangannya. “Dia ketiduran ya? Aduh, sori Yuri. Tadi aku suruh dia nunggu di sini.”
“Ng... nggak apa-apa,” jawab Yuri pelan.
Junsoo lalu menarik Minhwan, dan menyenderkannya ke drinking machine. “Yah, ketiduran. Nih, Yuri, kopinya buat kamu aja,” Junsoo menyodorkan satu cangkir dengan kopi yang masih panas kepada Yuri. Walaupun tidak suka kopi, Yuri yang nggak enak untuk menolak, menjawab tawaran Junsoo.
“Makasih ya... aku duluan ke sekolah ya,” pamit Yuri diikuti senyuman tulus Junsoo. Setelah jauh dari mereka berdua, Yuri meletakkan cangkir yang masih penuh itu di atas batu, kemudian mempercepat langkahnya ke sekolah.
Bel istirahat berdering. Yuri masih terpaku di kursinya. Para siswi, sejak kemaren, tidak ada yang mau mengajaknya berbicara. Sedangkan para siswa, malah sibuk dengan diri mereka sendiri, atau malah langsung keluar kelas untuk bermain bola basket di lapangan.
“Capek aku,” ucap seseorang tepat di sebelah Yuri, membuat diri Yuri kaget. Yuri tambah kaget ketika mengetahui orang itu adalah Jaejin. Para siswi berbisik-bisik, bahkan ada yang hampir berteriak.
“Ja... Jaejin?” Yuri kaget. Kaget karena dua hal, yaitu pertama, karena ada Jaejin di sebelahnya, dan kedua, karena dia bisa menghapal nama orang secepat itu. Biasanya ‘kan, dia butuh seminggu untuk menghapal nama, apalagi nama seorang cowok.
“Boleh numpang duduk di sini dulu ya,” Jaejin menutupi wajahnya dengan topi biru-nya. Selang beberapa waktu kemudian, terdengar dengkuran kecil. WHAT?! Dia tertidur?!
“Ja... Jaejin,” bisik Yuri pelan. Para siswi di kelasnya menatap sebal kepadanya, dan serentak berjalan keluar. Yuri mendekatkan dirinya kepada Jaejin, agar bisa membangunkan cowok itu, tapi yang ada malah ia mendengar suara hembusan napas Jaejin yang sangat anggun dan—anehnya, menenangkan hati.
Yah, nggak tega ngebangunin lagi, deh, batin Yuri. Beberapa menit kemudian barulah Jaejin terbangun, dan tanpa berkata apa-apa, dia keluar. Yuri masih menatap punggung Jaejin hingga hilang di kejauhan. Baru merasa lega, tiba-tiba meja Yuri didatangi oleh beberapa siswi.
“YURI ENAK BANGET!!!” seru mereka serentak. Lalu seorang gadis yang memakai kacamata tebal, maju ke depan. “Yuri, kamu kok bisa dekat dengan Jaejin? Baru kali ini, lho, Jaejin mau mendekati seorang gadis. Biasanya ‘kan, para gadis yang mendekatinya. Apa sih, resepmu?”
Yuri cuman terdiam. Heran, cuman bangga juga dia. “Ng... seingatku, aku nggak punya resep apa-apa. Aku bahkan baru mengenalnya 1 hari.”
Siswi-siswi di depannya melongo heran.
***
Onnie: panggilan untuk kakak oleh adik perempuan
Oppa: panggilan untuk abang oleh adik perempuan
This novel is (C) 2009 by Kania Caroline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar