Yuri mengerjap-ngerjapkan matanya pelan. Pandangan matanya kabur. Namun, ia yakin bahwa di depannya kini sedang berdiri dinding putih. Hawa dingin menyerbu hingga ke tulangnya. Lalu terdengar suara derap langkah kaki seseorang di belakangnya. Dia berbalik, terkejut mendapati ketiga orang yang sangat dikasihinya, berlari menjauhinya.
“Ayah! Ibu! Hyunsoo-oppa!!” Yuri berusaha mengejar bayangan ketiga orang itu. Namun, dia terjatuh, dan hanya bisa berteriak sambil menangis terisak-isak, “OPPA...
...” teriak Yuri membangunkan Hyunjae yang tertidur di lantai, Jaejin yang tertidur di sofa, Junsoo yang tertidur dengan menyender ke dinding, Doojin yang tertidur di sebelah Jaejin dan Minhwan yang tertidur di dekat Yuri.
“Oppa! Oppa!!” tangis Yuri. Kelimanya langsung mendekati Yuri.
“Yuri, kenapa?” tanya Hyunjae panik. Jaejin langsung mengambil langkah sigap, memanggil dokter. Yuri masih berteriak memanggil Hyunsoo.
“Hyunsoo-oppa!!” jerit Yuri lagi. Hyunjae langsung memeluk Yuri. Tangisan Yuri lama kelamaan mereda. Tinggal isakan pelan dan bahu yang terguncang.
“Tenanglah, Yuri...” kata Junsoo sambil mengelus-elus punggung Yuri yang basah karena keringat pelan. “Jangan menangis. Kenapa menangis?”
“Yuri...” ucap Doojin dan Minhwan khawatir.
Jaejin datang dengan membawa seorang dokter.
“Kenapa dia, Dok?” tanya Hyunjae straight to the point. Dokter itu memeriksa mata Yuri dengan senternya, lalu menyuruh Hyunjae dan Jaejin ikut dengannya. Dokter itu lalu duduk di sebuah bangku di belakang meja, sementara Hyunjae dan Jaejin duduk di depannya.
“Tampaknya, gadis ini...
“Yuri,” jawab Hyunjae.
“Ya, Yuri... menderita trauma yang sangat hebat yang disebabkan melihat orang yang dikasihinya terbunuh di depannya,” Dokter itu membuka kacamatanya, “apakah dia pernah melihat seorang yang dikasihinya terbunuh dengan mata kepalanya sendiri?”
Hyunjae dan Jaejin terdiam. Sementara itu, Yuri masih menangis di pelukan Junsoo. Minhwan dan Doojin menatapnya khawatir.
***
Yuna berlari tergopoh-gopoh menuju kamar Yuri, dengan Eri di belakangnya. Saat mereka sampai, FIVE PEARL sudah keluar duluan. Jadi mereka tidak saling bertemu.
“Yuri!” Yuna langsung memeluk Yuri. Yuri cuman terdiam tidak ada reaksi, sambil menatap jauh ke depan dengan tatapan kosong. Eri cuman terdiam di dekat ranjang Yuri, namun hatinya juga khawatir.
“Yuri?” tanya Yuna lagi.
Keesokan harinya...
Hyunjae menelungkupkan kedua tangannya di atas meja, sambil menerawang ke depan sambil mengemut ujung pulpennya. Hari sudah siang, dan murid-murid sedang sibuk mengenyangkan perut di kantin. Tetapi, Hyunjae malah sibuk memikirkan kondisi Yuri di RS, sehingga daritadi belum juga beranjak ke kantin.
“Jae...” seru Jaejin memecahkan lamunan Hyunjae. “Aku tahu kamu lagi khawatirin si Yuri, tapi bukan berarti kamu jadi mogok makan, dong...”
Jaejin meletakkan bungkusan roti baguette di depan Hyunjae. Hyunjae menatap roti kesukaannya itu dengan tidak selera. Jaejin membuka bungkusan rotinya, dan memakannya lahap.
“Makan, nggak!” ancam Jaejin, gemes melihat sahabatnya itu malah cuman me-mandangi roti di depannya. “Nanti aku bilangin ke Junsoo supaya kita nggak usah latihan aja, kalau misalnya kamu nggak mau makan!”
Otomatis, Hyunjae langsung melahap habis roti di depannya. Ck ck ck... Jaejin cuman berdecak kagum melihat keinginan Hyunjae mengikuti kontes itu. Walaupun sebenarnya, Jaejin memiliki perasaan yang amat buruk mengenai kontes tersebut.
Yuri tidak mau makan. Makanan di depannya sama sekali tidak ia sentuh, padahal itu adalah menu favoritnya, tetapi juga mengingatkannya kepada masakan Hyunsoo. Luka yang susah payah ia kubur, kini terkuak lagi. Dan itu sangat pedih sekali rasanya.
“Yuri,” Minhwan masuk ke dalam kamar Yuri dengan perlahan. Dia lalu meletakkan sebuah bungkusan supermarket di dekat sofa, dan mengeluarkan sebuah apel dan mengupas-nya. “Yuri, makan buah yuk...”
Yuri sangat menyukai apel. Apalagi persimon. Tapi sekarang dia sangat tidak ingin makan kedua buah itu. Kedua buah yang mengingatkannya kepada cocktail buatan abangnya yang sering disuguhkan khusus untuk Yuri setiap sore sehabis sekolah.
“... nggak mau apel?” Minhwan ternyata memahami perasaan Yuri. Minhwan kaget, ketika dia menyodorkan apel, mata Yuri langsung tergenang air mata. “Ya sudah, kalau begitu... apa, ya? Semangka ya?”
Semangka. Buah kesukaan Hyunsoo. Yuri jadi menangis. Minhwan jadi kaget setengah mati, dan buru-buru menyembunyikan semangka yang sudah dipotong itu jauh. Dia lalu kembali dengan membawa jeruk.
“Jeruk deh ya?”
Yuri akhirnya luluh, dan mau makan. Minhwan dengan sabar menyuapi Yuri, karena kadang-kadang Yuri kesedek.
***
Karena Yuri belum masuk sekolah juga, Junsoo kemudian menyempatkan diri men-jenguknya, walaupun dia harus bolos les bahasa Inggris sekali. “Permisi, Yuri,” Junsoo masuk ke dalam kamar. Yuri sedikit tersenyum. Wah, batin Junsoo kagum, pasti karena efek buah Minhwan, nih.
“Yuri, kata Minhwan kamu suka jeruk ya?” tanya Junsoo dijawab anggukan kecil Yuri. Junsoo kemudian membuka bingkisan yang ia bawa. Mata Yuri berbinar-berbinar ketika melihat isi bingkisan itu. Sebuah kue krim dengan hiasan buah jeruk di atasnya. “Kebetulan, nuna sering memasak kue. Dan ketika ia mendengar kamu masuk RS, nuna langsung bikin kue ini,” Junsoo membuka kotak kue itu. Yuri jadi semakin ngiler.
Sama seperti Minhwan, Junsoo menyuapi Yuri pelan, karena ada kadangkala Junsoo harus mengelap mulut Yuri yang banyak krimnya.
“Apa kabar, Yuri? Bagaimana kabarmu?” Doojin mematut dirinya di lorong berkaca di dekat kamar Yuri. “Ini buat kamu, maaf ya cuman ini doang. Ah, nggak apa-apa kok! Nggak ngerepotin sama sekali!”
Doojin tersenyum. Tapi kemudian dia kembali menarik napas panjang. “Aduuh,” gumamnya risau, “bagaimana ini... ini pertama kalinya aku harus menghadapi orang yang sakit...”
Doojin jadi bingung mau bilang apa saat masuk ke dalam kamar Yuri. Dia cuman bisa berdiri di dekat pintu kamar Yuri. Setelah beberapa kali menarik dan menghembuskan napas, dan tentunya, membulatkan tekad dalam hati, Doojin pun meraih gagang pintu di depannya itu, dan ingin membukanya, sebelum...
BRAK!!
“Ya ampun!!” Junsoo kaget melihat Doojin yang terkapar di dekatnya. “Doojin, Doojin!!” Junsoo berusaha menyadarkan Doojin dengan segala cara, namun Doojin tidak sadar-sadar juga. Akhirnya, Junsoo memanggil dokter.
Yuri tertawa melihat Doojin yang kepalanya dibalut, sedang duduk di ranjang tepat di sebelah ranjang Yuri.
“Tadinya mau ngejenguk, malah jadi yang dijenguk,” ejek Jaejin seraya menaruh bingkisan di sebelah ranjang Doojin. Hyunjae cuman tertawa, kemudian menaruh sebuah kotak di dekat ranjang Yuri.
“Nih, buat kamu,” Hyunjae membuka kotak itu, dan asap menyembul dari kotak itu. “Dimsum kesukaanmu, khusus buat kamu. Hyung yang punya restoran menitipkan ini. Katanya, cepat sembuh ya.”
Yuri jadi sangat ceria, dan segera memakan dimsum yang memang sangat enak itu. Di ruangan ini, cuman mereka berlima. Tinggal Minhwan yang belum kelihatan. Karena melihat Yuri mencari-cari sesuatu, Hyunjae pun menebak, “kamu mencari Minhwan?”
“Ah, ya...” jawab Yuri malu. Aduh, Yuri... kamu nanti dikira kecentilan, lagih! Yuri kemudian konsentrasi ke dimsumnya.
TOK TOK
Seorang cowok pun masuk, dengan napas terengah-engah dan ujung celana jeans yang basah. Yuri tersenyum melihat cowok itu, yang bagaikan matahari di tengah-tengah hujan. Minhwan.
“Aduh... syori banget teman-teman!!! Jalanan macet banget!!” keluh Minhwan, sambil melepas jaketnya yang juga basah, dan langsung duduk di sofa. “Kejam banget si Jongwon dan kawan-kawan. Tugas piket, semuanya diserahkan ke aku!!” Minhwan kemudian membuka kemeja sekolahnya, kaus kutangnya... yah, sejauh ini masih okelah. Jadi Yuri nggak usah malu. Kemudian cela... HAH?!
“MINHWAN!!!” cegat Junsoo kemudian menarik Minhwan ke kamar mandi. Yuri masih terbengong-bengong, sementara ketiga cowok di dekatnya tertawa garing. Junsoo pun menghukum Minhwan, gara-gara melepaskan celana di depan seorang gadis.
Boxer-nya bergambar Mickey Mouse, Yuri tertawa kecil dalam hati.
***
Hyunsoo-oppa.
Benar kata oppa, ternyata di Seoul banyak orang baik. Contohnya... Hyunjae, Jaejin, Junsoo, Doojin dan Minhwan. Mereka semua seniorku di SMA Neul Paran. Kelimanya baik, dan menghiburku saat aku mengingat oppa.
Terima kasih oppa. Pasti oppa mengawasi Yuri dari atas sana.
“Menulis apa?” tanya Hyunjae membuat Yuri kaget, dan segera melipat surat untuk abangnya itu. Yuri cuman senyum. “Yuri...” Hyunjae lalu duduk di sebelah Yuri, dan menatap mata Yuri dalam-dalam, “kamu sudah nggak sedih ‘kan...?”
Yuri pertamanya heran, cuman akhirnya dia mengerti dan mengangguk, “karena ada kelima oppa-ku yang baik, jadi aku sedikit tenang.”
Doojin mengigau, “saya gitu...”
“Yuri...” kata Hyunjae lembut, namun mendadak tegas, “kamu jelek kalau nangis.”
JLEB. Yuri tersenyum bertanya-tanya.
“Kamu tuh,” jawab Hyunjae, “cocoknya senyum! Kamu cantik kalau senyum!”
DEG
Yuri teringat akan ucapan abangnya. Ucapan Hyunjae tadi sama dengan ucapan yang sering abangnya ucapkan kalau Yuri menangis mengingat Ayah-Ibunya, atau bila jatuh sakit. Yuri memandang Hyunjae dalam-dalam.
“Kenapa Yuri?”
“Hyunjae-oppa...
“Ya?”
“Kamu seperti Hyunsoo-oppa...”
--
(C) 2009 by Kania Caroline
Tidak ada komentar:
Posting Komentar