This Blog Info

Searchin' for Korean artists profile? See : profil.
Need a download link? See: DOWNLOAD FREE MP3 HERE!!!
Want to sing along with your dearest artists? See: Korean Song Lyrics
And if you need any help, you can check: HELP

Senin, 18 Oktober 2010

ProjectX

Irreversible

Story’s Description

Writing Mood: Accomplished, but also confused :(

Current music: Ga In – Irreversible

Story’s genre: Romance, YAOI

Summary: Taemin love Minho, Jinki love Taemin. Minho take care of Taemin, but Jinki hurt Taemin.

Rating: PG-13

A/N: Finished in two days! So maybe this story kinda FAIL. But I try my best. I love comments, so please comments. Critics and advice are welcome!

STORY ALERT: THE STORY IS ABOUT SAME-SEX LOVE. SO IF YOU DON’T LIKE THE SAME-SEX LOVE STORY, PLEASE... DON’T READ.

He’s cute. He’s irresistable. His smile can make everyone’s heart melted at once.

He’s an idol for everyone. Specially for noona.

Siapa kalau bukan Taemin?

Sekarang, Taemin menuruni Meredez-Benz-nya. Dan layaknya artis, banyak manusia berseragam SMA membuat barisan, semuanya tampak kagum melihat Taemin. Cowok itu terlihat sangat hangat dengan wajahnya yang bercahaya—tidak tahu karena efek cahaya matahari atau karena hatinya yang memang suci.

Rambut ikal kuning Taemin ikut melambai-lambai mengikuti irama kaki Taemin yang riang. Baru seminggu dia bersekolah di SMA Paran. Tapi satu sekolah sudah menjadi fansnya, termasuk kakak kelas cowok.

“Yo, Taemin~a,” sapa seorang senior laki-laki. Taemin membalas sapaan senior itu dengan senyumnya yang paling manis, sukses membuat senior itu terpesona dan akhirnya terbentur pilar.

“Maaf, hyeong!” sahut Taemin pelan dan cowok itu kembali berjalan menuju kelasnya, 11.4.

“Taemin~a, duduk di sebelahku ya...!”

“Enggak, ‘kan kemaren dia udah duduk di sebelah kamu! Duduk di sebelahku aja,” seorang gadis menimpali. Temannya langsung cemberut begitu Taemin menarik bangku di sebelah bangku gadis itu, bersiap untuk duduk, sebelum dia melihat sesosok laki-laki tinggi yang baru masuk ke dalam kelas.

Choi Minho. Cowok tinggi berambut rapih (kelakuannya juga rapih) berhasil mem-buat kedua mata Taemin melekat kepadanya. “Pagi, hyeong,” Taemin tahu, Minho itu seharusnya sudah kelas tiga, tapi karena ada sesuatu yang terjadi, Minho tidak naik kelas tahun lalu, akhirnya dia harus mengulang kelas dua lagi.

“Pagi.” Minho membalas sapaan Taemin tanpa harus melihat siapa yang menyapa-nya. Taemin masih memandangi Minho. Cowok itu sangat membuat Taemin penasaran.

Taemin memutuskan untuk membaca buku sambil menunggu bel berdering. Dia tidak tahu kalau ada seseorang yang memperhatikannya lewat celah pintu kelas yang terbuka lebar. Tapi Minho menyadari kedatangan orang itu. Seorang cowok, berdasi biru yang menandakan dia adalah siswa kelas 3. Cowok dengan wajah melankolisnya. “Hyeong, ada apa?” suara berat Minho menyadarkan Taemin.

Taemin menatap ke arah yang sama dengan Minho. “Tidak, aku hanya kebetulan lewat,” jawab Jinki dengan sedikit amarah di suaranya. “Belajar yang rajin, Minho...” Derai tawa menyambut perkataan Jinki. Minho menarik napas panjang dan memakai-kan headset MP3 player-nya.

Taemin menatap Minho lama. ‘Kasihan hyeong. Dia tidak sepantasnya diperlakukan seperti itu.’ Tapi Taemin tidak bisa melakukan apa-apa. Takut dicap sok ikut campur pula oleh Minho. “Dan dia akan membenciku,” bisik Taemin kepada dirinya sendiri.

“Pagi, semuanya!” Mrs. Park, guru bahasa Inggris mereka masuk ke dalam kelas. Taemin buru-buru menyimpan buku ceritanya ke dalam tas. Semua murid menyapa Mrs. Park balik. “Buka buku cetak kalian halaman 46. Tugas itu akan menjadi tugas kelompok, masing-masing kelompok dua orang. Kalian bisa memilih anggota kelompok kalian sendiri.”

“Baik, Mrs. Park!”

Semua mata tertuju pada Taemin yang dirinya sendiri tadi berniat mengajak Minho. “Taemin! Sama aku, ya!”

“Sama aku, lah! Enak aja dia sama kamu...”

Taemin tersenyum manis menjawab ajakan teman-temannya. Matanya masih memperhatikan Minho. Cowok itu tidak beranjak dari duduknya, hanya diam di bangku, sama sekali tidak menunjukkan niat untuk mencari teman kelompok. Taemin mengibaskan tangannya. Semua teman-temannya terlihat kecewa, tetapi mereka tidak komplain.

Hyeong, berdua yuk.”

Minho menengadahkan wajahnya. Keheranan melihat wajah bersemangat Taemin (bersemangat tapi sekaligus kelihatan gugup). “Kenapa?” Minho melepas headphone-nya. Taemin terlihat kaget, sekaligus malu.

“Untuk tugas bahasa Inggris, kita berdua ya,” kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibir Taemin. Minho masih menatapnya. “Kalau tidak mau..., ng.. ya sudah,” Taemin berbalik, mengangkat satu kakinya, tapi tangannya dicegat Minho.

“Ya??” Taemin membalikkan badannya. Minho mengangguk. “Oh, baiklah!” Taemin tidak bisa menahan senyumnya. Perasaannya sangat berbunga-bunga, seperti ada seratus kupu-kupu yang terbang di dalam perutnya.

---

Sejak hari itu, Taemin lebih mengenal Minho. Taemin senang mendapati sifat Minho yang ja’im. Ternyata, di balik diamnya selama ini (azik), Minho itu sangat suka tertawa, apalagi kalau Taemin mulai menceritakan leluconnya yang sebenarnya buruk. Mereka sama-sama suka es krim, cuman bedanya Taemin suka es krim vanila, Minho suka coklat.

“Terus abangmu gimana?” tanya Minho, masih mendengarkan cerita Taemin.

“Ya udah, dioperasi. Habis, digigit anjing gitu aja kok sakit!” Taemin menjilat es krim vanila-nya. Minho tersedak es krim, dia tertawa terbahak-bahak. “Hey, kok tertawa?”

“Hahaha... maaf...”

“Ceritanya lucu, ya?” Taemin pura-pura marah. Sebenarnya dia juga ingin tertawa.

“Bukan... hanya...” Minho berusaha berhenti tertawa, menatap Taemin yang sekarang menggembungkan pipinya. “Hanya... ini.” Minho menjulurkan tangannya, mengusap bibir Taemin, “bibirmu belepotan.”

DEG.

Pipi Taemin mengecil (tidak menggembung lagi). “Oh...” Taemin menundukkan wajahnya. Dia tidak mau Minho melihat wajahnya yang sekarang pasti memerah.

EVERLAND tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pasangan dengan anak mereka. Hari ini memang masih hari sekolah. Taemin dan Minho memutuskan untuk pergi ke EVERLAND tadi, sebab sekolah selesai lebih cepat dua jam, karena ada rapat guru. Tidak terasa, sudah tiga jam mereka habiskan di EVERLAND.

“Kamu tahu, ada satu wahana yang belum kita naiki.” Minho mengambil brosur EVERLAND dari tasnya. “Ini!” Minho menunjuk ke simbol di peta, berjudul SPOOKY HOUSE.

Hyeong! Sudah kubilang aku paling nggak suka hantu-hantuan kayak gitu. Apalagi yang nggak serem kayak itu,” keluh Taemin bete sambil beranjak berdiri. Minho tertawa kecil, menyusul Taemin yang sudah berdiri di kejauhan.

“Hey, aku hanya bercanda.” Minho berdiri di depan Taemin, tapi cowok itu mem-belakanginya. Minho berjalan ke depan Taemin, tapi lagi-lagi cowok itu membalikan badannya. Begitu terus. “Hey, ayolah... kamu tidak marah ‘kan?”

Taemin menggelengkan kepalanya.

“Gitu dong...” Minho menarik napas lega. Entah harus berbuat apa dia, kalau Taemin marah.

Taemin mengangguk. “Eh, hujan,” telapak Taemin terasa basah. “Yuk, pulang, hyeong...”

Minho merasa kecewa, begitu pula sebenarnya Taemin.

“Kuantar ya, sampai rumah,” Minho menghentikkan jalan Taemin yang sudah agak jauh dari tempatnya berdiri: halte bus.

“Jangan khawatir, hyeong. Rumahku dekat,” jawab Taemin dari kejauhan.

“Iya, tapi—“

“Oke, hyeong! Hati-hati ya! Sampai jumpa besok!” Taemin berlari kecil karena hujan sudah semakin deras. Minho masih berdiri di tempatnya, melihat Taemin yang sudah hilang di kejauhan. Pak Supir membunyikan klaksonnya. Minho tersadar.

“Maaf...” ucapnya begitu masuk ke dalam bus.

---

Badan Taemin gemetar.

Matanya terpejam erat. Sangat erat. Dia bahkan berharap agar tidak bisa melihat lagi.

Dingin. Sangat dingin.

Badannya basah. Hujan sangat deras.

Tapi bukan itu yang membuat badan Taemin bergetar hebat. Bukan karena hujan ataupun dingin. Matanya terpejam karena tidak ingin melihat Jinki di depannya.

Yang telah menodainya.

Berhasil menodainya.

Taemin menggigit bibir atasnya saat Jinki membawanya semakin dalam. Pipi Taemin basah selain karena hujan juga karena air matanya.

Ingin Taemin berlari sekarang. Ingin Taemin membuat Jinki menghilang. Tapi dia tidak bisa. Dia tidak ingin Minho terluka.

‘Lebih baik aku yang terluka daripada hyeong yang terluka.’

Kalimat itu terus Taemin ucapkan dalam hati.

Dan saat Jinki telah puas, Taemin baru bisa bernapas lega.

“Jangan lukai hyeong lagi.”

Taemin masih tetap tidak mau membuka matanya.

Dia bisa merasakan hembusan nafas Jinki di dekatnya. Dia tertawa. “Tergantung dirimu, Taemin.”

Dan terdengar suara langkah kaki.

Taemin dengan takut membuka matanya. Hanya kegelapan yang ia dapat. Hujan masih turun membasahi dirinya. Taemin memeluk badannya, yang kedinginan, sakit, dan gemetar.

Badan mungil Taemin jatuh begitu saja ke tanah yang becek dan dingin. ‘Oh Tuhan jangan biarkan aku hidup.’ Taemin memejamkan matanya lagi.

Dia sangat berharap supaya tidak ada hari esok untuk dirinya.

Dan dia jatuh dalam tidur.

---

Taejin memperhatikan adiknya dengan sangat heran. “Kamu habis ngapain? Kok basah-basah gitu... terus... kok pipimu lebam-lebam gitu, sih?” tanya Taejin. Tapi Taemin tidak menggubrisnya. Dia masuk ke dalam kamar. “Hah, dasar,” Taejin menarik napas panjang, melihat adiknya itu.

“Taejin, itu adikmu?” suara Mama dari dapur.

“Yap, Ma,” sahut Taejin. Matanya masih melotot ke layar televisi yang sekarang menampilkan HAM yang membawakan lagu So Sexy. Mamanya muncul dari dapur.

“Suruh dia makan malam ya.”

“Ah, malas Ma. Mama aja,” Taejin merebahkan diri ke sofa. Mama menarik napas panjang melihat putranya yang satu ini.

“Ya sudah deh. Biarkan dia keluar sendiri nanti,” Mama kembali ke dapur.

Taemin langsung jatuh terduduk begitu berhasil masuk ke dalam kamarnya. Air matanya mengucur deras, tapi dia berusaha agar bisa menangis tanpa suara. Taemin memeluk badannya sendiri. Potongan-potongan ingatan yang menyakitkan menyeruak di kepala Taemin.

Saat Jinki menariknya dengan paksa. Menciumnya dengan kasar.

Seluruh badan Taemin perih, terutama bibirnya, dan sesuatu yang berada di antara selangkangannya. Taemin merasakan ada yang hilang dari dirinya. Entah itu apa. Yang penting, Taemin yakin, dirinya sudah tidak suci lagi.

Kenapa Jinki tidak membunuhnya sekalian saat itu juga? Apakah dia senang melihat Taemin menderita? Karena sekarang Taemin bernafas pun susah. Paru-parunya tercekat, jantungnya berdetak cepat.

Taemin merana, tangisannya makin keras. Supaya tidak terdengar oleh abang dan Mamanya, Taemin masuk ke dalam kamar mandi, duduk di bawah wastafel, memeluk lututnya, membenamkan wajahnya.

Kenapa Jinki melakukan itu kepada Taemin? Nafas Taemin melemah. Salah dia sendiri kenapa berlari sekencang itu tadi. “In... haler?” Taemin beranjak berdiri perlahan, mencari-cari inhaler-nya.

Nafas Taemin semakin melemah seraya dia masih mencari-cari inhaler-nya. “Abang,” Taemin berjalan keluar dari kamarnya, “a... abang...”

“Kenapa?” Taejin melongok dari sofa. “Taemin!” Taejin begitu terkejut melihat adik-nya yang sudah seperti mayat berjalan: pucat dan sempoyongan. Taejin melompat dari sofa, memapah adiknya itu ke sofa coklat itu. “Kenapa, Taemin?”

“Se... sesak...” genggaman Taemin ke baju abangnya lepas. Taemin pingsan.

“Taemin!”

---

Minho berhenti menulis sebentar. Perasaannya mendadak tidak enak. Entah mengapa, tangannya langsung meraih HP, menelepon Taemin. Tapi hanya nada sibuk yang didengarnya. “Ada apa, ya?” Minho sedikit panik.

Minho mati kutu. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Perasaannya sangat, sangat tidak enak. Dan entah mengapa sekarang dia sangat mengkhawatirkan Taemin, sangat mengkhawatirkan cowok itu, mengkhawatirkannya setengah mati.

“Benar-benar keterlaluan,” suara seseorang membuat Minho sedikit terkejut. “Aku tidak tahu Jinki bisa melakukan itu kepada seorang anak kecil...”

“Kamu sendiri bukannya masih anak kecil?” celetuk yang lain.

“Ah, diam kamu, Kim Jong Hyun...” keluh seseorang itu, yang masuk ke dalam kamar Minho. “Kamu kenapa, Minho? Memperhatikan kami seperti itu,” seseorang dengan celana pensil merah muda itu membalas tatapan heran Minho dengan tatapan kesalnya.

“Maaf, hyeong,” Minho menundukkan wajahnya.

“Kamu kenapa? Kok kayaknya pucat banget?” Jong Hyun, cowok yang badannya lebih pendek daripada kedua temannya, menepuk pipi Minho pelan, “ada apa?”

“Oh, iya. Bener banget tuh,” timpal cowok dengan celana pensil merah muda.

“Aku tidak apa-apa, hyeong. Memangnya kenapa Jinki-hyeong?” tanya Minho. Jong Hyun dan cowok yang satu lagi sama-sama menarik napas panjang. “Wah, sepertinya ada masalah besar,” ucap Minho pelan.

“Kamu yang ceritakan, Kibum,” Jong Hyun berjalan pergi.

“Hey, kenapa harus aku?!” Kibum baru ingin menyusul Jong Hyun keluar, tapi tangannya dicegat Minho. “Aah... baiklah,” keluhnya, lalu kembali duduk di pinggiran kasur Minho yang berseprei hitam.

“Tadi Jinki...” Kibum menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Tadi... aduh, gimana ya, cara nyeritainnya??” Kibum menggelengkan kepalanya pelan.

“Ada apaan, sih, hyeong?” tanya Minho, dia sangat penasaran. Apa yang dilakukan Jinki sekarang? Setelah kemaren dia dipanggil ke ruang BP karena merokok. Lalu kemaren kemarennya lagi, kepergok mabuk di klub malam, dan hampir meniduri seorang gadis.

“Lebih baik kamu lihat sendiri.” Kibum merogoh saku celananya, memberikan Minho HP SAMSUNG putihnya. “Aku keluar ya,” Kibum berjalan pergi. Minho masih memperhatikan HP di tangannya dengan heran, tapi begitu ia menekan tombol bawah, layar HP itu terang.


Minho terkejut. Di layar lebar HP itu (sudah masuk ke mode RealPlayer), Minho bisa melihat Jinki dan seorang cowok lain... sedang... “Ya ampun,” Minho tambah terkejut begitu ia menekan tombol “play”. Suara cowok itu, rintihannya, Minho kenal.

Suara Taemin?

“Taemin?” tangan Minho bergetar. Sekarang sang pemegang HP yang merekam kejadian itu (tampaknya Kibum), menekan tombol zoom. Dan jelaslah siapa cowok yang menjadi korban Jinki. Taemin. “Oh, tidak...” Minho bergegas keluar, menemukan Kibum dan Jong Hyun yang sedang bermesraan. “Hyeong, aku harus pergi,” Minho melempar HP SAMSUNG Kibum, untung saja cowok itu refleksnya bagus.

“Hati-hati ya!” seru Kibum. Minho berlari dengan sangat cepat.

“Dia tidak apa-apa? Sampai salah sepatu...” tanya Jong Hyun. Kibum mengedikkan bahunya, kembali mencium Jong Hyun.

Minho tidak peduli, apakah sekarang kaki kirinya memakai NIKE dan kaki kanannya memakai REEBOK. Sekarang dia hanya memikirkan Taemin. Taemin. Hanya Taemin dan Taemin.

“Brengsek...” keluh Minho pelan. Jinki sudah sangat keterlaluan. ‘Kenapa harus Taemin?!’ Minho bisa merasakan pipinya basah.

Minho berhenti begitu ia melihat rumah susun yang cocok dengan ciri-ciri yang pernah disebutkan Taemin. Rumah susun bertingkat empat, dengan halamannya yang asri, dan banyak pohon pinusnya.

“Permisi, rumah Kim Hee Na di mana, ya?” tanya Minho.

“Anda siapa?”

“Saya teman anaknya, Lee Taemin,” jawab Minho.

“Kamu teman Taemin?”

Minho menoleh ke arah sumber suara, dia mendapatkan seorang lelaki tinggi yang wajahnya sangat mirip dengan Taemin. “Kamu teman Taemin?” tanyanya. Minho mengangguk cepat. “Saya abangnya, Taejin. Taemin di RS sekarang.”

“Apa?” mata Minho melebar. “Ru... rumah sakit? Kenapa dia di rumah sakit?”

“Asma, tapi kamu tenang saja. Dia sudah sadar,” jelas Taejin. Minho bisa merasakan sedikit kelegaan, nafasnya kembali seperti biasa. “Kamu mau menjenguknya? Dia di RS Seoul, kamarnya di lantai 3, nomor 14.”

“Terima kasih!” Minho segera berlari pergi. Taejin, begitu pula dengan wanita penjaga meja informasi, memperhatikannya heran.

Minho berhenti di depan kamar nomor 14. “Permisi...?” Minho mengetuk pintu kamar itu pelan, terdengar sahutan dari dalam.

“Masuk saja, tidak dikunci.”

Pintu kamar itu terbuka lebar, Taemin yang sedang makan terkejut senang melihat Minho. “Hyeong!” seru Taemin senang, membuat Mamanya yang membelakangi Minho, berbalik. “Hyeong!” seru Taemin sekali lagi.

Minho menghampiri Taemin, dia tidak bisa menahan keinginannya untuk memeluk Taemin. Dan dia memeluk Taemin erat.

Hyeong?”

“Temannya Taemin, ya?” tanya Mama Taemin.

Minho tersadar. ‘Ya ampun! Aku lupa kalau ada Mamanya!’ Minho melepas dekapannya dan membungkuk kepada Mama Taemin. “Nama saya Choi Minho, teman Taemin di sekolah,” ucap Minho memperkenalkan diri. Mama Taemin mengangguk tersenyum.

“Baiklah, Choi Minho. Jaga Taemin sebentar ya, saya mau bertemu dokter sebentar...”

Minho mengangguk pelan. Mama Taemin berjalan keluar. “Taemin, kamu tidak apa-apa?” tanya Minho begitu terdengar suara pintu tertutup. Taemin yang sedang minum, mengangguk pelan.

“Kamu tidak dilukai olehnya, ‘kan?”

Taemin tersedak. “A... apa maksud hyeong?” tanya Taemin. ‘Jangan-jangan... Minho melihat?!’ Taemin menatap Minho takut.

“Apakah Jinki itu melukaimu??!” Minho mengguncang-guncang badan kecil Taemin. Taemin tidak bisa menggeleng, ataupun mengangguk. Jika dia menggeleng, maka dia sudah berbohong kepada dirinya sendiri—karena sebenarnya dia sangat terluka; dan kalau dia mengangguk, Minho pasti akan khawatir sekali... atau marah?

“Jawab, Taemin...” bujuk Minho. Taemin hanya menundukkan wajahnya. “Ternyata benar. Kamu terluka...” Minho berbalik. Taemin terkejut saat melihat Minho sudah keluar dari kamar.

Hyeong!” panggil Taemin dari dalam kamarnya. Tapi dia tahu, Minho pasti tidak mendengarnya lagi. ‘Semoga tidak terjadi apa-apa...’ Taemin menangis pelan. Tapi tangisnya berhenti begitu Mamanya masuk ke dalam kamarnya.

“Kenapa Minho berlari?” tanya Mama sambil mengupas apel. “Ada sesuatu yang ingin dia kejar?”

“A... aku tidak tahu,” jawab Taemin pelan, nyaris berbisik.

---

“Jadi kamu marah, Minho?” Jinki mengusap darah segar yang keluar dari mulutnya. Dia tersenyum lebar. Sungguh senang melihat Minho bengal seperti ini. Tangan Minho yang menarik kerah Jinki, bergetar. “Pukul aku sampai kamu puas tidak membuahkan hasil apa-apa, Minho.”

“Karena itu, minta maaf kepada Taemin!” Minho menendang perut Jinki.

Jinki jatuh terduduk. “Hahaha...,” Jinki tertawa kecil, “sungguh menyedihkan.” Jinki mengusap pipinya. “Aku hanya mempermainkannya. Ternyata dia sangat mencintai-mu,” Jinki menarik napas panjang. Minho terkejut.

“A... apa?”

“Tapi kenapa kamu begitu percaya kepada Taemin? Aku tidak melakukan apa-apa terhadapnya. Hanya sedikit mempermainkannya,” Jinki tersenyum sinis, beranjak berdiri dan pergi dengan kaki tertatih.

Minho masih terpaku di tempatnya. ‘Ta... Taemin mencintaiku?’

Hyeong!” Minho berusaha mencari siluet Jinki, tapi sudah hilang ditelan kegelapan. Minho menarik napas panjang. ‘Kenapa aku melakukan ini?’ Minho menatap kepalan tangannya yang basah karena darah Jinki. Padahal Minho sangat mengagumi dan menghormati Jinki. Dia sebenarnya sangat menyesal, kenapa harus memukul Jinki seperti tadi?

“Minho! Apa yang kamu lakukan?”

Minho berbalik. Kibum menatapnya heran, sekaligus marah. “Kamu ngapain Jinki, hah?!” Kibum menghampiri Minho, menamparnya.

“Kibum!” Jong Hyun menahan tangan Kibum yang baru pengen menampar pipi Minho lagi. “Ada apa ini?”

“Tadi dia memukul Jinki. Aku melihatnya dengan mata kepala sendiri!” Kibum menepis tangan Jong Hyun.

“Benarkah itu, Minho?” tanya Jong Hyun, kaget.

Minho mengangguk pelan. “Tapi aku mempunyai alasan yang kuat, hyeong.”

Kibum dan Jong Hyun tertegun mendengar ucapan Minho. Minho menceritakan semuanya. “Oh... jadi begitu,” Kibum mengangguk pelan. Jong Hyun menarik napas panjang.

“Maafkan Jinki. Tolong katakan itu kepada Taemin. Jinki...” Jong Hyun menarik napas panjang sekali lagi sebelum melanjutkan perkataannya, “Jinki... dia... pasti juga punya alasan yang kuat. Hanya saja... kamu tahulah, Jinki itu orang yang seperti apa.”

Minho tidak mengangguk, tetapi juga tidak membantah perkataan Jong Hyun. Dia berjalan melewati kedua hyeong-nya itu, masuk ke dalam kamar, pikirannya penuh. Antara dia sangat marah kepada Jinki, tapi juga merasa bersalah. Plus lagi... ternyata Taemin sangat cinta padanya?

---

Taemin senang bisa keluar dari RS keesokan harinya. “Ini, inhaler-nya jangan hilang lagi ya,” kata Dr. Park, disambut anggukan cerita Taemin.

Taemin lalu masuk ke dalam mobil. “Bagaimana?” tanya Taejin di kursi kemudi. Taemin mengangguk pelan. “Makanya jangan ilang lagi tuh, inhaler. Repot tau,” keluh Taejin. Taemin tertawa kecil.

“Sekarang ke mana?” tanya Taejin. “Mau pulang atau langsung ke sekolah? Masih ada lima belas menit lagi...”

“Iya deh, hyeong. Ke sekolah aja,” Taemin melirik jamnya. Taejin mengangguk dan menekan pedal gasnya menuju SMA Paran.

“Kamu hati-hati ya.”

Hyeong juga,” Taemin melambaikan tangannya. Mobil Taejin sudah hilang di kejauhan. Taemin menarik napas panjang. Sangat berat untuk tersenyum seperti dahulu.

“Taemin-a~!”

Taemin berbalik. Banyak teman-temannya yang langsung mengerubunginya. “Kamu ke mana saja? Sakit ya?” tanya seorang gadis berambut panjang. Taemin menarik ujung bibirnya. “Oh... kasihan...” gadis itu mengelus-elus kepala Taemin.

Spontan, Taemin mengelak. “Ma... maaf,” Taemin menundukkan wajahnya. Semua orang di depannya menatapnya heran, ada juga yang kaget. “Aku mau ke kelas.” Taemin mengeratkan genggamannya kepada tali tas ranselnya. Cepat ia berlari menuju kelasnya.

Koridor sangat sepi. Biasalah, murid-murid biasanya menghabiskan waktu di luar bangunan sekolah (seperti di lapangan, warung dekat sekolah, warnet, dan lain-lain) atau di dalam kelas (biasanya tidur atau main HP). Taemin bersender ke salah-satu pilar. Nafasnya sesak. Untung saja dia tidak lupa membawa inhaler.

Taemin menaruh inhaler ke dalam tasnya kembali. Saat dia baru mau berdiri, matanya menangkap sign ruangan kelas yang berdiri di hadapannya. 12.3. Taemin tercekat. ‘Ke... kelas Jinki-hyeong!’

“A... aku harus pergi...”

Tapi kaki Taemin tidak mau beranjak, kakinya bergetar hebat. Wajah Taemin basah karena keringat, matanya menyapu pandangannya, dia sedikit lega tidak ada tanda-tanda dari Jinki.

“Taemin?”

Lutut Taemin lemas, dan cowok itu pun terjatuh. Betapa senangnya saat dia melihat Minho. “Kamu sudah keluar dari RS?” tanya Minho, menghampiri Taemin dan membantu cowok itu berdiri. “Kok keringetan?”

“Eng... nggak ada apa-apa, kok,” jawab Taemin. Nafasnya berhembus seperti biasa. Entah dia tidak tahu kenapa, saat berada di samping Minho, dia bisa merasakan ketenangan yang amat sangat.

“Baiklah... yuk, ke kelas,” Minho menepuk kepala Taemin, dan menggandeng cowok itu sampai ke kelas.

---

Sejak kejadian itu, Minho selalu ‘mengawal’ Taemin. Ke seluruh tempat. Bahkan ke toilet pun juga. Semua fans Taemin jadi segan untuk memperlihatkan histeria mereka. Taemin bersyukur, akhirnya dia bisa merasakan ketenangan juga di SMA pada akhir-nya.

Sudah seminggu sejak hari itu. Taemin merasa kembali nyaman dengan dirinya sendiri. Akhir-akhir ini juga, Jinki tidak pernah terlihat. Kabar dari Minho mengejut-kan Taemin.

“Jinki sudah masuk ke universitas,” Minho memperlihatkan SMS dari Kibum.

“Syukurlah, jadi aku tidak perlu bertemu dengannya lagi.” Taemin membalutkan handuk ke setengah badannya, dan masuk ke dalam kolam air panas. Mereka sedang berada di Hyundai Resorts—resor mewah kepunyaan Ayah Minho.

Hamparan salju menyilaukan mata Taemin. Dia sedikit menyipitkan mata saat masuk ke dalam kolam air panas, yang airnya sedikit memantulkan cahaya matahari. “Hyeong, ikut masuk?” tanya Taemin.

Minho yang daritadi memperhatikan punggung putih Taemin, terkejut. “Ah, tidak usah. Aku di sini saja.”

“Baiklah.” Taemin merendam dirinya sampai hanya terlihat wajahnya. “Hyeong...”

“Hmm?” Minho menghirup tehnya. Udara sangat dingin. Untung saja Minho memakai jaket yang tebal.

Hyeong sudah tahu... kalau...”

“Kalau apa?” Minho menatap mata Taemin. Cowok itu langsung menghindar dari tatapan Minho yang dalam. “Ada apa, Taemin? Kamu tampak gelisah?”

“Aku tidak gelisah!” sahut Taemin. “Ah, maaf... hanya... aku penasaran...”

Minho mengangkat sebelah alisnya. “Penasaran apa?”

“Eng... begini...” Taemin menarik napas panjang, mencoba meyakinkan dirinya, dia bisa mengatakan hal ini. “Hyeong... aku... cinta sama hyeong.”

Pegangan Minho kepada telinga cangkir lepas, cangkir itu jatuh dan pecah. Mereka berdua terkejut. Minho kelabakan.

Hyeong? Nggak apa-apa, ‘kan?” Taemin berdiri dari duduknya, spontan. Dia tidak tahu kalau handuknya sudah lepas. Minho yang sedang memunguti pecahan cangkir di bawah meja, bermaksud untuk tersenyum kepada Taemin—supaya Taemin tahu dia OK, tapi saat melihat badan Taemin seluruhnya, Minho terkejut setengah mati.

Pipi Minho memerah.

Hyeong, sakit ya?” tanya Taemin.

“Bukan... hanya...” Minho berdiri, menghampiri Taemin. Cowok itu heran melihat gerakan Minho yang membawa handuk sekarang. Minho berhenti berjalan. Tangannya menuju... KE BAGIAN BAWAH BADAN TAEMIN! “Ini, handukmu lepas,” Minho menatap mata bulat Taemin.

DEG.

Jantung Taemin berhenti berdetak untuk tiga detik lamanya. “Hyeong!!!” rengek Taemin, Minho tertawa keras. “Jangan tertawa! Kenapa tertawa, hyeong...” gerutu Taemin. Minho berhenti tertawa. Dia mendekatkan wajahnya kepada telinga Taemin, dan membisikan sesuatu, yang membuat Taemin terkejut senang sekaligus kesal.

Hyeong!!” geram Taemin. Minho tertawa, masuk ke dalam kamar disusul Taemin dengan pose bersiap-siap memukul Minho.

---

“Aku juga mencintaimu, Taemin. Apalagi sekarang aku yakin, aku bisa membahagikanmu. Soalnya... punyaku lebih besar daripada punyamu.”

Taemin terkejut membaca apa yang ditulisnya sendiri. “Ya ampun, Taemin! Kamu nulus apa sih????!!!” Taemin segera meremukkan kertas itu, membuangnya asal. Tidak sadar kalau kertas itu menggelinding ke depan seorang anak kecil yang langsung membukanya.

“Mama, ini apa?” tanya anak kecil itu. Taemin yang sedang duduk di meja, sibuk dengan berkas-berkasnya, berbalik. Matanya melebar melihat anaknya yang sudah membaca kertas remuk itu.

“Ya ampun,” Taemin beranjak dari duduknya, merebut kertas itu dari genggaman anaknya yang sudah berusia 10 tahun. Pasti dia mengerti apa arti dari ‘punyaku’ itu dong!

Benar!

“Apa itu ‘punyaku’? Mama punya apa?” tanya Dari, wajahnya sangat lugu. Taemin menepuk keningnya, mengutuk diri sendiri. “Apaan sih Ma? Dari penasaran...” kedua pipi Dari yang merah menggembung.

“Ng... maksudnya...” Taemin bingung setengah mati. Jangan sampai pikiran anaknya ternodai. “Maksud dari ‘punyaku’ itu... uang! Ya, uang! Papa mengatakan itu kepada Mama, kalau Mama bisa bahagia soalnya uang Papa jumlahnya lebih besar!”

Dari menatap Mamanya dengan dua alis terangkat dan hembusan nafas menahan tawa. “Oh, itu...” Dari menyerahkan kertas dari genggamannya ke genggaman Taemin, dan kembali bermain PS3-nya.

Taemin ingin menggetok kepala anaknya itu karena ‘hembusan menahan tawa’-nya. “Ah, sudahlah.” Taemin kembali berkutat dengan berkas-berkasnya.

“Aku pulang.”

“Papa pulang!” Dari berlari dari ruang tengah menuju ruang tamu, menyambut Minho. “Papa, Dari hari ini ulangan matematikanya dapat 100!” seru Dari. Minho tersenyum kepada anaknya, mengacak-acak rambut putranya itu.

“Mana Mama?”

“Mama!” panggil Dari, “sini Papa... tasnya. Biar Dari bawain.”

Dari berlari ke dalam kamar utama, menyimpan tas Papanya. Taemin beranjak dari duduknya, memeluk Minho. “Bagaimana, yeobo? Semuanya baik?” tanya Taemin sambil melonggarkan dasi Minho.

“Tentu. Bagaimana keadaanmu?” tanya Minho. Taemin melepas jas Minho.

“Baik,” jawab Taemin.

“Dan bayinya?” Minho berbalik, mengelus perut Taemin yang memang sedikit buncit. Taemin tertawa kecil. “Halo Byori... ini Papa...”

“Yakin mau dikasih nama Byori?” Taemin merasa sedikit kesal. Dari diberikan nama oleh Minho. Masa’ anak kedua juga Minho yang kasih nama?

“Supaya dia menjadi bintang,” jawab Minho. Taemin tersenyum. “Oh iya. Aku ada hadiah untukmu. Dari Jinki.”

Taemin berhenti berjalan—tadi dia bermaksud untuk menaruh jas suaminya itu ke dalam kamar. “Apa?”

“Ini,” Minho menyodorkan selembar kertas, yang gambarnya sangat superior. Mata Taemin melebar. Dia tersenyum senang. “Kamu suka N3RO, ‘kan? Jinki bilang dia adalah CEO mereka, aku menceritakan bahwa kamu adalah fans mereka. Jadi Jinki memberikan ini untukmu.”

“Kamu senang?” tanya Minho melihat binar di mata Taemin. Taemin mengangguk cepat. “Kalau begitu biar aku SMS Jinki.”

“Makasih ya, yeobo,” Taemin mengecup pipi Minho, dan masuk ke dalam kamar sambil bersenandung kecil lagu N3RO, boysband favoritnya (keempat anggotanya adalah sahabat Taemin sejak kecil).

“Mama kayaknya senang banget...” Dari membantu mamanya menggantung jas Minho.

“Papamu itu benar-benar keren,” jawab Taemin singkat. Dia meninggalkan Dari dengan rasa penasaran yang amat sangat. Taemin berjalan ke dapur, memanaskan masakan yang sudah ia buat pada siang hari.

“Keren?” Dari berpikir keras. “Emang sih, Papa keren. Tapi...”

“Tapi apa?” Minho melongok dari celah pintu kamar. “Dari, kenapa kamu masih memakai seragam sekolahmu?”

“Baru nyadar Pa?”

“Kok nggak mandi?”

“Males!”

“Dari...” keluh Minho. “Ya sudah, ayo. Mandi sama Papa.”

“Okey deh!” Dari mengambil handuk dari gantungan, dan menyusul Minho yang sudah lebih dahulu masuk ke dalam kamar mandi. “Papa... bagaimana kabar punya Papa?”

“Apaan?” Minho berhenti menyabun badannya. “Punya Papa? Apaan?”

“Ini,” Dari mendorong pinggang Minho perlahan. “Ini, punya Papa, ‘kan?” Dari menunjuk ke arah selangkangan Minho. Minho terkejut setengah mati.

“Kamu bicara apa, Dari... cepat mandi,” Minho melepaskan baju Dari paksa. Anak kecil itu masih mau berbicara.

“Tapi kan... bfff...”

Minho mengguyur badan Dari. “Sudah, ayo. Sabunan.”

“Iya, deh, Pa... iya...” keluh Dari. ‘Oh... jadi maksud tulisan Mama ini...’ Dari tertawa menyeringai.

“Kenapa kamu tertawa?”

“Tidak ada apa-apa, kok, Pa!” Dari dengan cepat membersihkan badannya. Minho masih memperhatikan anak kecil itu sampai dia keluar dari kamar mandi. ‘Dasar.’ Minho menarik napas panjang.

“Mama...!”

“Ada apa?” tanya Taemin. Tapi dia masih konsentrasi dengan masakan di depannya. “Aku tahu apa maksud tulisan Mama tadi.”

“Apa?”

“Punyaku itu maksudnya...—“

Taemin mendekap Dari. “Kamu tahu dari mana, hah?! Sudah sana, cepat kerjakan PR. Nanti Mama panggil untuk makan malam!”

Dari cemberut. Tapi dia senang juga. Ternyata Papa dan Mamanya sejak dulu sudah mesra. “Kik kik kik... sungguh lucu,” Dari tertawa kecil sambil membuka buku cetak biologinya. “Reproduksi... reproduksi...” Dari mencari kata REPRODUKSI di daftar isi bukunya. “Ini dia!”

“Oh... gitu toh...”

---

“Kamu ngarang cerita yang bener,” keluh Minho. Taemin menatap Minho kesal. “Emangnya kamu bisa hamil? Dari mana, coba...” Minho duduk di sebelah Taemin.

“Apa salahnya berkhayal sedikit?” bantah Taemin. Menurutnya, cerita buatannya tentang mereka berdua menikah dan mempunyai dua anak: Dari dan Byori sudah sempurna. “Siapa tahu ada keajaiban?”

“Dasar,” Minho menjitak kepala Taemin pelan, “sudahlah. Kita akan terlambat untuk pestanya.”

“Aku tidak percaya. Mereka bisa menikah bertiga?” Taemin membetulkan tuxedo-nya. Begitu juga Minho. Lalu mereka turun dari BMW milik Minho, disambut oleh para gadis dan wanita Hanbok.

Sekarang adalah pesta resepsi pernikahan Kibum, Jong Hyun dan Jinki. Separuh dari hadirin terlihat heran dan gemetar juga (ada yang terlihat takut), tapi setengah sisanya terlihat biasa saja. Minho dan Taemin ikut menyambut para tamu.

“Sebenarnya Jinki cakep juga ya,” celetuk Taemin. Minho yang sedang memakan buah tersedak.

“Apa?!”

“Enggak, hanya memuji. Lihat saja,” Taemin menunjuk ke arah Jinki yang sedang berbincang asyik dengan gadis-gadis yang cantik dalam balutan gaun pesta mewah mereka.

“Oh.” Minho mendengus kesal.

“Jangan marah, hyeong. Aku tidak jatuh cinta kepada Jinki.”

“Iya.” jawab Minho asal. Dia berjalan keluar dari gedung pesta yang ramai, penuh dengan manusia. Minho duduk di sebuah gazebo. Dikeluarkannya sebuah kotak kecil berlapis beludru dari saku jasnya. “Bagaimana ya... Aku terlalu malu untuk melamar-nya...”

“Melamar siapa?”

DEG. Minho terperanjat dari duduknya. Taemin memandanginya heran. “Melamar siapa?” tanya Taemin sekali lagi.

Minho dengan cepat memasukkan kotak beludru itu kembali ke dalam sakunya. “Enggak, bukan apa-apa.”

“Ayolah, katakan padaku. Melamar siapa?”

“Benar, mau tahu siapa?” Minho berdiri, menghampiri Taemin. Taemin mengangguk pelan. “Kamu.”

“Aku?” mata Taemin membulat. “A... aku?”

“Iya.” Minho merogoh sakunya. Langsung dia menyodorkan satu cincin kepada Taemin. “Aku ingin menikahimu. Apakah kamu menerimaku?”

“A... ya ampun...” Taemin tidak bisa menahan rasa senang yang menyelimuti seluruh hatinya. “A... tentu saja!” Taemin meloncat ke pelukan Minho.

Sudah.

Aku sudah berada di surga sekarang.

Taemin sangat bahagia.

Oh tentu saja. Siapa tahu cerita tentang Dari dan Byori akan menjadi nyata?

TAMAT

A/N: FAIL, right? Urgh... lately I never have a mood for writing. I’m sorry T__T

(C)2010 Cho SeongKyu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar