ADUH! SUDAH JAM BERAPA INI?! Yuri panik ketika melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah 7 pagi. Dengan fast motion, Yuri mandi, sarapan dan langsung berangkat ke sekolah. Wakil ketua OSIS yang gembrot, Sangcheol, yang juga men-jadi penjaga gerbang sekolah, tersenyum ke arah Yuri. Yuri berlari sekuat tenaga. Sangcheol kemudian mulai menutup gerbang sekolah. Walaupun Yuri sudah berlari secepat apapun, tetapi Tuhan tetap tidak mengijinkan Yuri bisa menerobos gerbang itu.
Alhasil, Yuri jadi dihukum untuk membersihkan toilet staff selama seminggu. Ah, padahal aku cuman terlambat 1 menit, keluh Yuri dalam hati, dan mulai mengepel lantai toilet. Bagaimana kalau aku terlambat 10 menit? Jangan-jangan disuruhnya sebulan, bukan seminggu!
Yuri tiba-tiba berhenti mengepel ketika mendengar suara alunan piano sama seperti yang waktu itu Hyunjae mainkan. Yuri kemudian menaruh tongkat pel itu, menyenderkannya ke dinding, dan berjalan keluar toilet, mencari sumber suara itu. Setelah berjalan sebentar, Yuri menemukan sebuah taman kecil, dengan rumput yang tinggi dan ilalang. Di tengah-tengah taman yang seperti diisolasi tersebut, Yuri menemukan sebuah rumah kecil yang berada di bawah pohon pinus yang lebat. Yuri mendekati rumah tersebut. Dinding rumah itu sudah ditumbuhi tanaman rambat, dan atapnya sudah beratap langit, seperti tidak ada yang mengurus.
Dan perkiraan Yuri benar. Hyunjae-lah yang memainkan piano itu. Di tengah rumah ini, terdapat satu grand piano bewarna hitam. Yuri menghampiri Hyunjae pelan. Hyunjae masih memainkan piano itu dengan serius, seperti tidak menyadari keberadaan Yuri. Tetapi, lagi-lagi, lagu yang dimainkan Hyunjae terdengar begitu sedih.
“Yuri?” tanya Hyunjae, membuat lamunan Yuri terpecah. “Kenapa kamu berada di sini?”
“Hyunjae-oppa sendiri?” tanya Yuri balik. Hyunjae berdiri dari duduknya, lalu meng-hampiri Yuri. Dia tersenyum. Namun Yuri melihat kesedihan di mata Hyunjae.
Mata Yuri terbelalak ketika Hyunjae memeluknya. Pelukan itu terasa erat sekali. “O... oppa?” Yuri sangat heran. Namun dia juga tidak bisa menolak, karena Hyunjae tampak sangat sedih. Hyunjae butuh pelukan.
“Yuri,” bisik Hyunjae tepat di dekat telinga Yuri, “sa...
Yuri mendengar Hyunjae menarik napas panjang sebentar sebelum melanjutkan perkataannya, “saranghaeyo.”
***
Pak So menarik napas panjang gara-gara muridnya satu ini.
“Yuri, coba jawab pertanyaan nomor 7!” kata Pak So untuk ke-16 kalinya, tetapi Yuri masih tidak menanggapinya, melainkan masih melamun. “Aaah, ya ampun,” keluh Pak So, kemudian menghampiri meja Yuri, dan mengetukkan penggaris kayunya pelan ke meja Yuri. Lamunan Yuri pun pecah. “Yuri, kamu ngelamunin apa sih? Jawab pertanyaan nomor 7!”
“Aah...” Yuri langsug membuka bukunya, namun soal di depannya tidak bisa ia jawab. Yuri pun cengengesan. Pak So kembali menarik napas panjang.
“Pikiranmu lagi melayang ke mana sih?! Jeju, kamu saja yang jawab!”
Yuri menarik napas panjang. Ke mana sih, pikirannya tadi? Bukannya malah mendengar penjelasan Pak So dengan saksama. Pak So memang terdengar sebagai guru penyabar, cuman ‘kan nggak enak aja kalau sampai membuatnya kecewa.
Bel istirahat pun berbunyi.
“Yuri,” panggil seseorang, “ada yang mencarimu.”
Yuri pun berjalan keluar kelasnya. HAH?! Yuri sangat terkejut melihat dua orang ber-pakaian hitam—seperti bodyguard Siwon—berdiri tegap di depannya. “A... ada apa ya?” tanya Yuri masih terkejut. Tanpa menjawab, kedua orang itu langsung menarik Yuri.
“A... lepas!” teriak Yuri, cuman kedua orang itu tidak mendengarnya. Yuri pun dibawa keluar sekolah, dan dimasukkan ke dalam sebuah mobil. Mobil itu pun langsung melaju cepat. TOLONG!!! seru Yuri dalam hati.
Yuri heran. Siwon heran. Mereka berdua heran.
“... Siwon?” tanya Yuri.
“Yuri?” tanya Siwon balik. Yuri heran melihat Siwon yang memakai jas dengan rapih. Siwon juga heran melihat Yuri yang memakai baju terusan putih—walaupun Siwon juga menganggap Yuri sangat cantik. Mereka berdua sedang berada di rumah Siwon.
“Wah, cantik sekali kamu,” puji Yuna yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah.
“Bibi? Ada apa ini?” tanya Yuri langsung. Di belakang Yuna ada Eri, dan juga memuji Yuri.
“Yuri, tentunya kamu sudah mengenal Siwon,” kata Yuna, “dan Siwon, tentu saja kamu sudah mengenal Yuri.”
“Iya, tapi kenapa—“
“Kalian ‘kan ditunangkan,” potong Eri.
“HAH?!” seru Yuri dan Siwon bersamaan. Apa-apaan ini?!
***
Sarang turun dari mobilnya dan melepas kacamata hitamnya. Ia memandang bangunan di depannya. SMA Neul Paran. Setelah 2 tahun sekolah di Amerika, Sarang kembali ke Korea, bermaksud mencari seorang cowok yang dicintainya. Ah, ralat, yang sekarang ingin dicintainya. Hyunjae.
***
Yuri yang masih pusing akan kejadian kemaren, kini tambah pusing lagi melihat Hyunjae yang sedang bersender di pintu gerbang apartemennya. Jantung Yuri menambah tempo ketika melihat Hyunjae.
“Annyong haseo,” sapa Hyunjae seperti tidak mengingat kejadian kemaren. Yuri ke-heranan melihat cowok di depannya. “Ah, kamu kaget ya karena aku jemput?” tanya Hyunjae. Yuri mengangguk pelan. “Eng, Yuri... mau ‘kan berangkat ke sekolah sama-sama?” tanya Hyunjae.
“A... nggak usah, oppa,” jawab Yuri.
“Tapi aku sudah terlanjur menjemputmu, bagaimana?”
Yuri tidak enak menolak, dan akhirnya mengangguk. Wajah Hyunjae langsung ceria. Cowok itu kemudian menggandeng tangan Yuri.
Perjalanan ke sekolah mereka isi dengan keheningan. Tidak satupun dari salah-satu mereka mau memulai pembicaraan. Mereka lalu berjalan melewati taman yang ditanami bunga-bungaan yang sedang bermekaran dengan indahnya. Taman itu semakin indah karena dialiri oleh sungai buatan. Hyunjae kemudian mengajak Yuri ke taman itu.
“Ah, apa kita tidak akan terlambat, oppa?” tanya Yuri, namun tidak dijawab apa-apa oleh Hyunjae yang sudah masuk ke dalam taman itu. Yuri pun akhirnya menyusul Hyunjae. “O...oppa,” panggil Yuri. Namun Hyunjae tidak menjawab.
Yuri mencari-cari Hyunjae yang sudah tidak ada. Sedikit panik. Yuri khawatir kalau apa-apa terjadi pada cowok yang dianggapnya sebagai pengganti Hyunsoo—tanpa ia sadari, itu.
“Nih,” sahut seseorang. Di depan Yuri tiba-tiba ada satu kantong kertas dengan asap yang mengepul. “Makan, mumpung panas,” tawar Hyunjae sambil menyodorkan kantong kertas itu ke Yuri. Yuri mengucapkan terima kasih.
“Apa ini?” tanya Yuri, kaget melihat isi kantong kertas itu. Seperti kue, namun masih panas.
“Itu kue crepes. Enak lho,” jawab Hyunjae. Yuri memang tidak tahu apa-apa tentang roti-rotian. Yuri meniup sebentar kue itu, dan mengunyah perlahan-lahan.
“Aduh, panas,” keluh Yuri, sedikit jingkrak-jingkrak. Dia memuntahkan isi mulutnya. “Panas sekali, oppa,” keluh Yuri dijawab tawa khas Hyunjae.
“Nih,” Hyunjae menyodorkan segelas jus jeruk dingin. Yuri meneguknya sedikit, dan menghela napas lega. “Tiup dulu yang lama. Kalau perlu, kertasnya dirobek sedikit agar panasnya keluar.”
Yuri mengikuti saran-saran Hyunjae.
“Anu, Yuri,” Hyunjae menatap mata Yuri dalam, “bagaimana jawabanmu mengenai kemaren?”
GLEK. Yuri tersedak. Dia batuk-batuk. Hyunjae menepuk punggung Yuri. Setelah tenang, Hyunjae kembali menanyakan pertanyaan yang sama.
Bagaimana ini, keluh Yuri dalam hati. Dia tidak tega melihat pandangan memelas Hyunjae, tetapi dia juga cuman menganggap Hyunjae sebagai abangnya. Eh, sebagai peng-ganti abangnya. Tapi bagaimana caranya Yuri menjelaskan?
“Tentang itu, oppa... aku tidak tahu,” cuman itu yang bisa Yuri katakan. Hyunjae kecewa. “Aku sangat berterima kasih karena oppa mencintai Yuri. Tetapi... aku cuman meng-anggap oppa... sebagai sahabat,” lanjut Yuri. Hyunjae tersenyum pahit.
“Mungkin ini semua terjadi terlalu cepat buatmu. Kita bahkan belum terlalu saling kenal. Pasti semuanya selalu ada prosesnya. Aku masih mau berjuang untuk mendapatkan rasa sukamu, Ri,” Hyunjae menarik napas panjang. Asap putih keluar dari mulutnya. Pagi ini memang sangat dingin. “Mungkin nanti, kamu bisa suka sama aku.”
“Aku suka sama oppa, sebagai sahabat,” tandas Yuri sebelum Hyunjae salah paham, mengira kalau Yuri tidak menyukainya. “Aku tidak pernah membenci oppa.”
“Terima kasih, Ri,” Hyunjae langsung berlari meninggalkan Yuri tanpa menghiraukan panggilan Yuri. Tetapi, di tengah jalan Hyunjae berhenti berlari ketika mendengar suara seorang gadis yang sangat ia kenal. Hyunjae berbalik, dan mendapati seorang gadis berbadan mungil, rambut panjang sepinggang, wajah tirus dan manis, serta matanya yang besar. Gadis itu tersenyum. Gadis itu membuat jantung Hyunjae berdebar.
“Sarang?” tanya Hyunjae.
“Hyunjae!” jawab Sarang girang dan memeluk Hyunjae erat. Hyunjae mau saja melepaskan pelukan, tetapi entah mengapa, hatinya justru sangat merindukan Sarang, dan otaknya memerintahkan Hyunjae agar ia balik memeluk Sarang.
“Yuri?” panggil seseorang. Yuri berbalik, dan mendapati Jaejin yang sedang memakai kemeja sekolah, dengan jas yang ia pegang, dengan masih ada anting di telinga kirinya, dan poni rambutnya yang ia jepit dengan jepitan hitam.
“Ah, Jaejin-oppa...” Yuri tersenyum senang. Baru kali ini ia bisa tersenyum senang kepada seorang cowok selain abangnya. Dan jangan-jangan, rasa yang selama ini Yuri rasa-kan kepada Jaejin adalah... cinta?
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar