Jaejin melongo heran melihat Hyunjae yang cuman menatapi layar TV di depannya dengan tatapan kosong, padahal game yang dimainkannya sudah GAME OVER. “Jae... kok bengong sih?” tanya Jaejin sambil mengibasi tangannya di depan wajah Hyunjae yang akhirnya sadar.
“Hah?!” Hyunjae gelagapan, “lha! Kok GAME OVER, sih?!”
“Habis kamu nggak mainin sih, malahan bengong,” Jaejin kemudian menyenderkan diri di dinding, lalu membaca majalah musik yang ia pegang. Sekarang, mereka berdua sedang berada di rumah Hyunjae yang berada di lantai 2 di atas toko bunga miliknya.
“Biasanya kalau main PS, kamu menggebu-gebu banget. Sekarang kok malah GAME OVER?” tanya Jaejin. Hyunjae masih menangisi game-nya. Padahal, dia sudah berada di level 12, level tersusah, tapi tadi malah GAME OVER dan dia lupa untuk menyimpan game-nya. Bagi yang tidak mengerti tentang game, bisa dibilang kalau Hyunjae itu harus mengulang dari awal lagi.
“Kamu ngelamunin cewek, ya?” tebak Jaejin membuat Hyunjae jadi salting.
“Betul ya, tebakanku?”
Hyunjae merasa terpojok karena Jaejin memperhatikannya dengan tatapan meremehkan. “I... iya,” jawab Hyunjae pada akhirnya, dan disambut oleh tawa kecil Jaejin, “kok kamu tau?”
“Aku ‘kan sering pacaran, makanya aku tau perasaanmu sekarang,” Jaejin membuka halaman demi halaman, “kalau ada orang lagi menyukai seseorang, pasti bakal ngelamun terus. Apalagi kamu, Jae... kamu ‘kan orangnya gampang ditebak...”
Jaejin memukul kepala Hyunjae pelan. “Hei! Jangan main pukul dong,” protes Hyun-jae yang masih berusaha me-reset PS-nya, “jangan mentang-mentang karena kamu lebih tua satu jam daripadaku, kamu jadi bisa mukul kayak gitu!”
“Sori deh,” Jaejin nyengir, “tapi emang, kamu lagi menyukai seseorang ya? Siapa sih? Boleh tau nggak?”
“...ih, Jaejin!” keluh Hyunjae. Jaejin tertawa.
Yuri bersin-bersin, seperti ada yang sedang mengomongi.
“Napa, Ri?” tanya Doojin di sebelahnya, namun matanya masih terpatut ke layar TV yang sedang memutarkan film TITANIC.
“Nggak apa-apa kok, cuman bersin doang,” Yuri mengelap ingusnya yang sedikit meler. Duh, jangan-jangan aku sakit flu, lagi, batin Yuri sedikit gelisah.
HIKS
Yuri kaget. Dilihatnya ke arah sang sumber suara. Doojin. Ya, Doojin, cowok itu sedang mengelap tangisannya yang sudah membasahi wajahnya. Hidung mancungnya dan pipinya memerah.
“Do... Doojin?”
“Hiks...!!! Ceritanya mengharukan sekali!!!” tunjuk Doojin kepada TV di depan mereka. Filmnya sudah selesai, tinggal credit yang masih berputar-putar. “Huhuhu... kenapa sih, mereka semua pada nggak bisa berenang?!”
“Se... sebenarnya mereka bisa berenang, kok, oppa... cuman, ‘kan lautnya lagi dingin gara-gara sedang musim salju,” jelas Yuri yang memang sudah beberapa kali menonton TITANIC bersama abangnya di rumah. “Memangnya oppa bisa berenang kalau dingin banget? Pasti udah beku ‘kan, seluruh badan?”
Doojin, yang masih menangis, mengangguk setuju. Dia lalu membenamkan diri ke dalam selimut, tertidur. Yuri melihat keluar jendela. Pemandangan malam kota Seoul tampak indah. Namun, dalam hatinya ada yang menganggu. Dia masih teringat kejadian 2 jam yang lalu, di mana Hyunjae jadi sangat terkejut mendengar perkataan Yuri tadi. Hyunjae langsung keluar dari kamar, disusul Jaejin.
***
Setelah empat hari rawat inap, Yuri pun diperbolehkan pulang. Dengan semangat dia berjalan menuju sekolah. Dan tidak lupa, dengan senyuman lebarnya, Yuri menyapa tiap orang yang ia temui menuju sekolah.
“Waduh, nak Yuri ceria sekali hari ini,” puji bibi pemilik kios makanan kecil, “nih, buat Yuri ya.”
“Gamsahamnida, ajuma!” Yuri kemudian mengambil sebungkus plastik bewarna merah muda cerah yang disodorkan oleh bibi pemilik kios makanan kecil itu. Sambil masih melambaikan tangannya, Yuri berjalan ke belakang, dan akhirnya ia menabrak seseorang.
“Ah!!! Jweisonghamnida!” seru Yuri sambil berbalik ke belakang.
“... Siwon?” Yuri sedikit kaget. Di belakangnya ada seorang pemuda yang lebih tinggi 20 cm daripadanya. Pemuda itu memakai seragam dengan rapih, memakai kacamata, namun anehnya, di belakangnya tidak ada dua orang berpakaian hitam.
“... Yuri, ya?” tanya Siwon, sambil mengambil tasnya yang jatuh.
“Ah, maaf!” Yuri membantu Siwon mengambil tasnya. “Sakit tidak?”
“Tentu tidak. Justru yang aku khawatirkan adalah kamu,” jawab Siwon sembari menepuk-nepuk bawah tasnya yang kotor, dan memakai tasnya kembali. “Kamu tidak apa-apa?”
Yuri tersenyum malu. Iyalah, pasti Siwon tidak sakit, karena dia ‘kan lebih tinggi dari-pada Yuri. Tetapi Siwon justru menarik tangan kanan Yuri ke arahnya. Yuri jadi kaget banget, dan berusaha menarik tangannya kembali, namun jelas tidak bisa karena genggaman Siwon sangat kuat.
Tetapi anehnya, Siwon lalu mengambil kotak kecil bewarna biru dari kantong terluar tasnya, dan mengeluarkan satu helai kapas. “Tanganmu luka,” kata Siwon sambil menetes-kan beberapa tetes obat ke kapas itu dan menepuk-nepukkannya ke luka Yuri. Di pergelangan tangan Yuri memang ada beberapa luka baretan.
“Oh, terima kasih sekali!” seru Yuri. Dia bahkan tidak menyadari bahwa pergelangan tangannya luka. “Aku bahkan tidak tahu kalau ada luka...”
“Sama-sama,” jawab Siwon, kemudian membuang kapas itu ke tempat sampah di sebelahnya, dan kembali memasukkan kotak bewarna biru itu ke kantong tasnya. “Kamu ingin pergi ke sekolah ‘kan? Mau sama-sama?”
Yuri tersenyum. Ia ingin menolak, sebelum...
“YURI BERSAMAKU!!!” seru seseorang mengagetkan mereka berdua. Minhwan. Cowok itu kemudian menuruni tanjakan yang jauh di sebelah mereka dengan cepat, kemudian langsung menarik Yuri ke dekatnya. “Yuri bersamaku! Jangan sentuh!”
Siwon terkejut. Yuri juga. Mereka sama-sama bingung.
“A... Minhwan?”
“Hmm?! Apa?” tantang Minhwan.
Siwon kemudian tertawa. Yuri dan Minhwan saling berpandangan.
“Hahaha... begitu ya,” Siwon berusaha menahan tawanya, dan menunjuk kedua orang di depannya, “kalian pacaran ya?”
Hah! Yuri terperanjat dalam hati, sama dengan Minhwan.
“Oke, oke... aku tidak akan menganggu kencan pagi kalian, jadi lebih baik aku pergi duluan ya,” Siwon kemudian beranjak pergi.
“Minhwan-oppa...” keluh Yuri. Minhwan cengengesan.
Yuri kemudian melanjutkan langkahnya, namun dicegat oleh Minhwan. Cowok yang sedang memakai kaos dalaman bewarna hitam dengan motif mawar putih di tengahnya, dan topi putih di kepalanya, mendadak serius.
“Anu, Yuri... sepulang nanti, ke kelasku ya? Aku mau ngajak kamu ke satu tempat, ada kejutan buatmu...”
***
Yuri meraba-raba angin di depannya. Aneh sekali kelakuan si Minhwan, mengajak Yuri sepulang sekolah, mengatakan bahwa akan ada kejutan. Namun, anehnya, sekarang Yuri justru ditinggalkan Minhwan dengan mata yang masih tertutup oleh balutan kain.
“Jangan ngintip lho!” seru Minhwan di kejauhan, yang pasti Yuri tidak bisa melihat-nya. “Awas kalau kamu ngintip! Semuanya jadi rusak, deh!”
Yuri merasakan kakinya sedang melewati semak-semak. Begitu ia merasakan ada tanjakan di depannya, Minhwan menyuruhnya untuk berhenti dan membuka balutan di matanya. Waaah!!! Yuri tidak bisa berkata-kata. Pemandangan di depannya sangat indah, dengan hamparan bunga-bunga dan air mancur di tengahnya. Di depannya terdapat beberapa tanjakan, untuk mencapai tempat Minhwan yang berada di lantai 2.
“... Minhwan-oppa...., buat apa ini semua?” tanya Yuri masih terkagum-kagum. Minhwan kemudian mengajaknya ke atas, tambah membuat Yuri kagum.
Dari atas, mereka bisa melihat hamparan kebun yang lebih indah lagi melalui satu jendela besar. Yuri baru tahu kalau mereka itu sedang berada di ruangan observatory, atau ruangan untuk melihat bintang memalui teropong.
“Kamu tahu ‘kan, aku anggota klub fisika?” tanya Minhwan diikuti anggukan Yuri, “ini ruangan klub fisika yang sudah tidak terpakai. Namun, setiap malam aku selalu ke sini, mengamati bintang yang indah di atas sana. Lihat, tuh, ada gugusan bintang biduk!”
Minhwan kemudian duduk di lantai, diikuti Yuri. Yuri masih kagum karena ternyata, Minhwan itu pintar dalam bidang fisika. “Sebenarnya ada alasan lain kenapa aku menyukai fisika, selain aku suka mengamati bintang,” Minhwan tiba-tiba berwajah sedih, membuat Yuri makin penasaran, “di tahun pertamaku di SMA Neul Paran ini, aku menyukai kakak kelasku, namanya Sora. Waktu itu dia di tingkat 3, dan merupakan ketua klub fisika.”
Wah, ternyata Minhwan-oppa bisa jatuh cinta juga, kupikir nggak... Yuri makin kagum akan Minhwan.
“Dia yang memberitahuku tempat ini. Bahkan, dia juga yang menanami semua bunga di sini. Tapi kemudian, dia jadian dengan cowok lain,” Minhwan menarik napas panjang, membuat Yuri jadi iba, “dan karena dia sudah jadian, dia tidak pernah mendatangi ruangan ini lagi. Akupun juga tidak.”
Minhwan melihat ke sampingnya, ke Yuri. Dia lalu tersenyum, mengelus pipi Yuri, membuat Yuri kaget setengah mati dan jadi tersipu malu. “Dia kemudian lulus. Aku jadi kesepian. Tetapi Yuri datang. Saat kamu dirawat di RS, aku berusaha memperbaiki taman ini. Aku senang karena akhirnya, aku memiliki sahabat juga,” Minhwan tertawa, dengan tawa khasnya, yang memerlihatkan kedua gigi taringnya, “karena aku yang paling muda, aku cuman bisa berlindung di balik keempat sahabatku di FIVE PEARL. Aku tidak berani curhat begini. Eh, Yuri ternyata bisa kujadikan tempat curhat. Terima kasih, ya...”
Yuri menahan tangisnya. Minhwan ternyata seorang cowok yang kuat.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar